SELAMAT DATANG KAWAN

Merdeka !!!
Marhaen Jaya

Kawan-kawan seperjuangan dalam hidup, marilah kita selalu senantiasa bersyukur kepadaNYA yang telah memberikan nikmat sehat, sehingga mampu berkarya demi keutamaan sebagai manusia yang mampu memberikan manfaat bagi sesama.

Untuk itu, kita sebagai kader bangsa harus senantiasa ingat & melaksanakan ajaran Bung Karno tentang faham :
Marhaenisme
– Sosio-Nasionalisme
Nasionalisme yang berperi-kemanusiaan.
– Sosio-Demokrasi
Demokrasi sejati yang mencari keberesan politik dan
keberesan ekonomi yang berke-Tuhan-an YME.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu menuntun arah gerak kita guna mengawal 4 PILAR KEBANGSAAN (Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika).



KONFERDA I PEMUDA DEMOKRAT INDONESIA PROVINSI BANTEN

KONFERDA I PEMUDA DEMOKRAT INDONESIA PROVINSI BANTEN
HOTEL ABADI - SERANG, 25 MEI 2008

KONFERCAB PEMUDA DEMOKRAT INDONESIA KOTA TANGERANG SELATAN

KONFERCAB PEMUDA DEMOKRAT INDONESIA KOTA TANGERANG SELATAN
AULA KANTOR CAMAT CIPUTAT, 29 NOVEMBER 2009

KONFERCAB PEMUDA DEMOKRAT INDONESIA KAB. TANGERANG

KONFERCAB PEMUDA DEMOKRAT INDONESIA KAB. TANGERANG
CITRA RAYA-CIKUPA, 22 FEBRUARI 2009

HUT PEMUDA DEMOKRAT INDONESIA KE-62

HUT PEMUDA DEMOKRAT INDONESIA KE-62
LOMBA KARYA TULIS PELAJAR SE-KAB. TANGERANG TGL 31 MEI 2009

LEADERSHIP CAMP FOR STUDENTS

LEADERSHIP CAMP FOR STUDENTS
CISOKA, 1-2 OKTOBER 2005

Senin, 18 Januari 2010

Peci Mubaligh NU Menjadi Identitas Bung Karno

Di sela-sela sidang Dewan Pertimbangan Agung (DPA) pada September 1959 Bung Karno menyatakan bahwa dia sebenarnya kurang nyaman dengan segala pakaian dinas kebesaran, tetapi semua ini dipakai untuk menjaga kebesaran Bangsa Indonesia.


“Seandainya saya adalah Idham Cholid yang ketua Partai NU atau Seperti Suwiryo, ketua PNI, tentu saya cukup pakai kemeja dan berdasi, atau paling banter pakai jas,” kata Bung Karno sambil melihat respon hadirin.

“Tetapi soal peci hitam ini, tidak akan saya tinggalkan. Soalnya, kata orang, saya lebih gagah dengan mengenakan songkok hitam ini, benar enggak Kiai Wahab ?” tanya Bung Karno pada Rois Am NU yang juga anggota DPA itu.

“Memang betul, saudara harus mempertahankan identitas itu. Dengan peci hitam itu, saudara tampak lebih gagah seperti para muballigh NU,” jawab Kiai Wahab Chasbullah. Pernyataan Kyai Wahab ini menyulut gelak tawa seluruh anggota DPA.

“Dengan peci itu saudara telah mendapat banyak berkah, karena itu ketika berkunjung ke Timur Tengah, saudara mendapat tambahan nama Ahmad,” seloroh Kiai Wahab.

“Betul,” sahut Bung Karno. ”Ketika saya ke Saudi, Raja Su’ud memberi gelar Ahmad kepada saya. Presiden Gamal Abdel Naser di Mesir dan Presiden Ben Bella di Aljazair serta kalangan pers seluruh Timur Tengah juga memberi nama tamabahan Ahmad kepada saya.”

”Ketahuilah olehmu Nasution, Ruslan Abdul Gani Nama Nabi kita itu banyak, ada Muhammad, Ahmad, Musthofa dan sebagainya. Dan kau Leimena, walaupun beragama Kristen, kau harus tahu bahwa nama Nabi Muhammad itu juga Ahmad.” Sementara mengucapkan kata-kata ini, para hadirin yang mengikuti sidang DPA pun manggut-manggut dalam suasana akrab. Lalu sidang DPA pun segera dimulai.

Bung karno, selain menjabat presiden, juga sekaligus menjabat ketua DPA. Karena itu, sidang-sidang DPA, Bung Karno-lah yang selalu memimpin.

Dengan gayanya yang informal, berbagai persoalan besar dan serius dibicarakan dalam forum ini. Walaupun disertai perdebatan seru, tetapi tetap berlangsaung dalam suasana kekeluargaan, saling menghargaai dan saling percaya.

Hal ini dikarenakan sidang-sidang DPA telah terarah pada satu tujuan, yaitu kebesaran bangsa Indonesia. Dan pecipun semakin kukuh menjadi identitas nasional bangsa Indonesia. (Abdul Mun’im DZ)

Diangkat dari Buku Saifuddin Zuhri, Berangkat Dari Pesantren,
Gunung Agung, Jakarta, 1987.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar